
MODEL miniatur otak berhasil mengungkap peran baru mikroglia, jenis sel imun yang ada di otak, yang sebelumnya tidak disadari. Temuan ini dapat membantu memahami bagaimana gangguan seperti autisme bisa muncul.
Sel imun di otak manusia kemungkinan berperan penting dalam mengatur perkembangan otak di dalam rahim, karena mereka memicu peningkatan dramatis pada jenis sel saraf penting. Sel ini dikenal sebagai interneuron inhibitor, yang jumlahnya diperkirakan mencapai 25% hingga 50% neuron di korteks orang dewasa, yaitu jaringan berlipat yang menutupi permukaan otak. Jumlah interneuron pada korteks manusia bahkan lebih dari dua kali lipat dibandingkan pada korteks tikus.
Interneuron berfungsi menyalurkan sinyal antar sel otak dan menjaga agar aktivitas tetap seimbang dengan bantuan zat kimia bernama GABA. Sebagai pengirim sinyal “penghambat” utama, GABA menurunkan kemungkinan neuron untuk aktif, sehingga menyeimbangkan sinyal “perangsang” yang meningkatkan aktivitas otak. Gangguan pada interneuron telah dikaitkan dengan berbagai kondisi, termasuk epilepsi, autisme, dan skizofrenia.
Dalam studi yang dipublikasikan di jurnal Nature, para peneliti menemukan faktor pendorong perkembangbiakan interneuron di otak manusia yang sedang berkembang. Mekanisme ini kemungkinan menjadi keadaan unik yang hanya dimiliki manusia.
“Itulah alasan kita tidak bisa mengandalkan model hewan tradisional,” ujar Diankun Yu, peneliti pediatri di University of California, San Francisco (UCSF). Untuk menemukan mekanisme ini, tim peneliti mengembangkan organoid, struktur 3D mini yang ditumbuhkan dari sel induk untuk meniru struktur asli tubuh manusia.
Sistem Imun
Sebelumnya, penelitian pada hewan menunjukkan adanya hubungan antara aktivasi sistem imun ibu selama kehamilan dengan berkurangnya jumlah interneuron di korteks keturunannya, jika dibandingkan dengan anak yang tidak mengalami gangguan imun. Aktivasi ini bisa muncul akibat infeksi virus atau bakteri. Penulis studi sebelumnya meneliti hal ini pada tikus laboratorium dan menemukan mikroglia, sel imun bawaan otak, adalah faktor kunci dalam hubungan tersebut.
Kata Xianhua Piao, dokter-peneliti neonatologi dan neurosains perkembangan di UCSF, dalam lima tahun terakhir, ilmuwan semakin menyadari sistem imun dan sistem saraf berkembang secara paralel.
“Mikroglia benar-benar berperan penting dalam menyetel dan mengatur perkembangan saraf,” katanya tentang temuan studi baru tersebut. “Ini menambahkan dimensi baru tentang bagaimana mikroglia bekerja," lanjutnya.
organoid
Tim peneliti mengembangkan organoid yang menyerupai struktur penting pada otak janin, tempat sebagian besar interneuron kortikal berasal. Struktur ini hanya sementara, muncul sekitar minggu ke-8 kehamilan dan menghilang sekitar 8 bulan setelah lahir, jelas Piao. Mereka juga menemukan cara untuk memasukkan mikroglia ke dalam model ini.
Hasilnya, mikroglia pada organoid tersebut menjadi sumber utama mirip insulin-growth (perkembangan insulin) factor 1 (IGF1). Zat yang mendorong peningkatan besar jumlah interneuron pada tahap awal perkembangan otak.
Ketika para peneliti menonaktifkan jalur IGF1 dengan berbagai cara, peningkatan jumlah interneuron pun terhenti. Namun, ketika gen IGF1 dihapus pada mikroglia tikus, tidak ada perubahan yang terlihat, kata Piao. Hal ini menunjukkan bahwa peran IGF1 dari mikroglia mungkin hanya terjadi pada otak manusia.
“Temuan ini menunjukkan adanya adaptasi evolusioner dari fungsi mikroglia untuk mendukung kebutuhan interneuron yang lebih tinggi di korteks manusia,” tulis para peneliti.
Meski begitu, organoid bukanlah replika sempurna otak manusia, sehingga ada batasan pada apa yang bisa ditunjukkan model 3D ini. “Sejauh ini, model ini cukup baik untuk tahap awal perkembangan, terutama fase proliferasi,” kata Yu.
Namun, organoid ini masih lemah dan tidak berfungsi dengan baik dalam perkembangan otak selanjutnya, tambahnya. Piao juga menekankan bahwa model ini belum bisa menampilkan aktivitas jaringan otak yang lebih luas, melainkan hanya aktivitas di dalam struktur kecil yang terisolasi.
Penelitian lebih lanjut di masa depan diharapkan bisa memperjelas peran baru sel imun otak ini, ujarnya. (Livescience/Z-2)