Yerusalem (ANTARA) - Tim peneliti Israel mengembangkan sebuah metode kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) yang secara signifikan meningkatkan prakiraan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) dengan mengadaptasinya ke negara dan kawasan tertentu, menurut Universitas Tel Aviv dalam sebuah pernyataan pada Selasa (26/8).
Studi tersebut, yang diterbitkan dalam jurnal Nature's npj Natural Hazards, berfokus pada meningkatnya ancaman karhutla ekstrem di seluruh dunia, yang semakin sering terjadi akibat perubahan iklim.
Kebakaran ini melepaskan gas rumah kaca dalam jumlah besar, membahayakan masyarakat dan infrastruktur, serta menyebabkan kerusakan serius pada ekosistem.
Hingga saat ini, sebagian besar indeks cuaca kebakaran, yang mengukur risiko kebakaran, dirancang di negara-negara seperti Australia, Kanada, dan Amerika Serikat. Meskipun efektif di tempat asalnya, indeks ini seringkali kurang akurat ketika diterapkan di kawasan lain.
Metode baru ini meningkatkan prakiraan dengan menyesuaikan indeks kebakaran dengan kondisi setempat seperti iklim, vegetasi, penggunaan lahan, dan sumber api. Pendekatan ini meningkatkan akurasi dari sekitar 70 persen menjadi 86 persen.
Dalam studi tersebut, para peneliti pertama-tama membandingkan tiga indeks kebakaran terkemuka di 160 negara dan menemukan indeks Kanada merupakan yang paling dapat diandalkan, dengan akurasi 70 persen.
Dengan menggunakan algoritme genetika, mereka kemudian mengalibrasi indeks untuk setiap negara, meningkatkan akurasi hingga 80 persen.
Selanjutnya, mereka mengembangkan model AI khusus untuk setiap negara dan mengubahnya menjadi pohon keputusan sederhana yang mudah diterapkan dengan tetap mempertahankan akurasi 86 persen.
Para peneliti mengatakan bahwa metode baru ini dapat mendukung layanan darurat, pembuat kebijakan, dan tim lapangan dengan meningkatkan peringatan dini, memandu alokasi sumber daya, dan mengurangi kerusakan.
Mereka juga mengungkapkan pendekatan ini menjadi landasan bagi sistem masa depan yang dirancang untuk mencegah karhutla ekstrem di dunia yang semakin panas.
Pewarta: Xinhua
Editor: Hanni Sofia
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.