Beijing (ANTARA) - Seperti banyak rekan sebayanya, Cheng Xin (bukan nama sebenarnya), seorang mahasiswa di Provinsi Zhejiang, China timur, mengambil pekerjaan paruh waktu sebagai pengasuh anak (babysitter) pada musim panas tahun ini.
Ini bukanlah pengalaman pertamanya. Pada musim liburan sebelumnya, dia sudah pernah menyediakan jasa pengasuhan anak bagi para orang tua yang sibuk.
"Saya pertama kali mengetahui pekerjaan ini melalui Douyin saat melihat para vloger kampus membagikan pengalaman mereka menjadi pengasuh anak. Mereka bermain dengan anak-anak dan merekam rutinitas harian mereka, yang terlihat menyenangkan," katanya.
Ketika melihat orang tua mengunggah permintaan mengasuh anak di aplikasi pasar barang bekas Xianyu, dia menganggapnya sebagai peluang yang bagus.
"Anak-anak butuh teman, dan saya senang menghabiskan waktu dengan mereka. Saya juga bisa mendapat uang saku, jadi saya putuskan untuk mencoba," katanya.
Rutinitas harian Cheng sebagai pengasuh anak cukup terstruktur dan bervariasi. Pada pagi hari, dia tiba di rumah penyewa jasanya untuk membantu menyiapkan sarapan dan pekerjaan rumah anak. Jika cuaca sedang bagus, dia mengajak anak-anak bermain di luar.
Pada siang hari, dia menyiapkan hidangan sederhana jika orang tua sedang sibuk. Sore harinya, dia memimpin berbagai aktivitas interaktif berbasis bahasa Inggris. Sepanjang hari, Cheng terus memberi kabar kepada orang tua melalui foto dan video pendek.
"Penting untuk menjaga komunikasi dengan orang tua," ujarnya.
Aktivitas yang dirancang dengan baik oleh Cheng menciptakan lingkungan dwibahasa yang disesuaikan untuk kelompok usia berbeda. Untuk anak berusia tiga hingga lima tahun, dia menggunakan permainan imersif seperti menyanyikan lagu anak-anak berbahasa Inggris, sementara untuk anak usia sekolah dasar, dia mengajak mereka bermain rantai kata.
Para orang tua yakin bahwa babysitter dari kalangan mahasiswa membawa keunggulan tersendiri. Dibandingkan dengan kakek dan nenek, mahasiswa biasanya memiliki lebih banyak energi dan berinteraksi dengan anak-anak secara lebih kreatif dan dinamis.
Berbeda dengan Cheng, babysitter mahasiswa lainnya, Chen Ke (bukan nama sebenarnya), memasuki bidang ini secara kebetulan ketika sepupunya memintanya untuk menjaga keponakan perempuannya yang berusia enam tahun, Xiaohuasheng (kacang kulit kecil), pada musim panas tahun lalu.
"Saya mengajarinya huruf-huruf, membacakan cerita, dan menghabiskan waktu senggang kami dengan menggambar serta melipat kertas bersama," kata Chen. Dia mengatakan bahwa mengasuh anak berbeda dengan mengajar, karena tidak hanya membutuhkan bimbingan akademis tetapi juga dukungan emosional dan waktu bermain yang menyenangkan.
"Ketika dia memberi saya gambar hewan dan berkata, 'aku hanya ingin bermain denganmu,' itu sangat berarti bagi saya," kata Chen. Menghabiskan waktu bersama anak-anak juga membantunya mengurangi sifat tidak sabar dan merenungkan arti tanggung jawab, imbuhnya.
Di platform media sosial China, Xiaohongshu, tagar seperti "mahasiswa mengasuh anak" telah dilihat sebanyak 46 juta kali dan memicu lebih dari 1,1 juta diskusi. Di Douyin, sejumlah topik terkait telah dilihat sebanyak hampir 400.000 kali.
Para orang tua juga menyambut positif tren ini. "Seorang mahasiswi datang setiap hari untuk bermain balok dan membaca buku bergambar bersama putri sulung saya. Anak saya senang menghabiskan waktu dengannya, dan saya juga bisa menikmati waktu istirahat," kata seorang ibu hamil di Beijing.
Menurut Chu Zhaohui, seorang peneliti di Akademi Ilmu Pendidikan Nasional China (China National Academy of Educational Sciences), fenomena ini merupakan "pengalaman pertumbuhan dua arah".
Perbedaan usia yang tidak terlalu jauh antara mahasiswa dan anak-anak membuat interaksi menjadi lebih mudah, katanya, seraya menambahkan bahwa anak-anak bisa belajar dengan lebih efisien dalam hubungan yang setara. Sementara itu, mahasiswa dapat mengembangkan rasa tanggung jawab yang lebih besar dan pengalaman sosial yang berharga.
Namun demikian, pasar pengasuhan anak di kalangan mahasiswa sebagian besar masih belum memiliki regulasi. Chu menyarankan agar, seiring meningkatnya permintaan, orang tua dan mahasiswa sebaiknya menyusun perjanjian tertulis yang memperjelas tanggung jawab, tugas, jadwal, dan pembayaran. Menurut Chu, langkah-langkah ini akan melindungi kedua belah pihak dan mendorong partisipasi yang lebih luas.
Pewarta: Xinhua
Editor: Ade irma Junida
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.