KOMISI Nasional Anti-kekerasan terhadap Perempuan atau Komnas Perempuan menemukan indikasi penangkapan sewenang-wenang dan intimidasi terhadap perempuan selama demonstrasi yang terjadi pada akhir Agustus 2025.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Temuan ini diperoleh tim respons cepat yang dibentuk Komnas Perempuan untuk menyelidiki rangkaian unjuk rasa dan pascaunjuk rasa yang terjadi pada 25 Agustus-1 September 2025.
“Temuan sementara mengindikasikan adanya pola berulang berupa penggunaan kekuatan berlebihan, penangkapan sewenang-wenang, serta intimidasi termasuk yang secara khusus menyasar perempuan melalui kekerasan berbasis gender,” kata komisioner Komnas Perempuan, Yuni Asriyanti saat konferensi pers di kantor Komnas Perempuan, Jakarta Pusat, Jumat, 12 September 2025.
Yuni mengatakan perempuan yang ditangkap juga menghadapi stigma dan kesulitan dalam memperoleh pendampingan. Selain itu, Komnas Perempuan menemukan adanya penyebaran hoaks kekerasan seksual yang digunakan sebagai alat teror untuk menciptakan ketakutan di ruang publik dan pada saat yang sama membungkam suara perempuan.
Pada kesempatan ini, Komnas Perempuan menyampaikan duka mendalam kepada keluarga korban tewas dalam rangkaian peristiwa kekerasan ini. Pada saat yang sama, Komnas Perempuan juga menyesalkan terjadinya perusakan fasilitas umum dan penjarahan yang semakin menambah penderitaan masyarakat.
Komnas Perempuan juga mengapresiasi perempuan yang turut serta dalam aksi demonstrasi damai, baik sebagai mahasiswa, pekerja, ibu-ibu penyokong logistik, maupun perempuan pembela HAM.
“Perempuan hadir di garis depan dalam mengorganisasikan dan memastikan suara rakyat terus menggema, sebagai bukti nyata kontribusi mereka dalam memperkuat demokrasi,” kata Yuni.
Yuni menyesalkan praktik penangkapan sewenang-wenang aparat kepolisian yang menyasar warga sipil dan pembela HAM hanya karena menyuarakan pendapatnya.
“Untuk itu Komnas Perempuan mendesak negara segera mengakhiri penangkapan sewenang-wenang, sweeping yang meresahkan, termasuk segala bentuk teror ancaman kekerasan seksual,” ucap Yuni.
Selain itu, Komnas Perempuan meminta kepolisian membebaskan tiga perempuan berinisial L, F, dan G yang masih ditahan. Yuni menuturkan, kondisi mereka menunjukkan kerentanan yang dihadapi perempuan berhadapan dengan hukum, mulai dari keterbatasan pemahaman hukum, posisi ketergantungan dalam keluarga, hingga peran sebagai ibu yang harus meninggalkan anak.
“Situasi ini juga menimbulkan dampak psikologis dan sosial berupa trauma, stigma, doxing, serta ancaman terhadap keamanan keluarga, yang seharusnya menjadi pertimbangan penting dalam mencari penyelesaian yang adil dan manusiawi,” katanya.