Jakarta (ANTARA) - Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Dili, Timor Leste, meminta otoritas Timor Leste untuk menyelidiki insiden ketegangan terkait pembangunan patok batas di wilayah perbatasan kedua negara.
"Terkait peristiwa ini, KBRI Dili telah melakukan tindak lanjut yaitu: menyampaikan kepada otoritas berwenang di Timor Leste untuk dapat melakukan penyelidikan atas insiden ini," kata Direktur Pelindungan WNI (PWNI) Kemlu RI Judha Nugraha dalam sebuah keterangan di Jakarta, Kamis dini hari.
KBRI juga, katanya, mendorong otoritas berwenang untuk bersama-sama melakukan evaluasi agar tidak terjadi kejadian serupa di masa depan.
Judha menyampaikan keterangan tersebut untuk menanggapi pertanyaan media terkait insiden itu.
Judha menyampaikan kronologi kejadian bermula pada Senin, 25 Agustus 2025 sekitar pukul 09.00 pagi WITA, ketika 24 warga Dusun Nino, Desa Inbate, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Nusa Tenggara Timur (NTT) melaksanakan kegiatan gotong royong membuka lahan untuk persiapan menanam jagung di sekitar patok Provinsi 36.
Pada saat kegiatan berlangsung, Tim survey perbatasan dari Timor Leste melakukan kunjungan ke wilayah perbatasan Desa Inbate, Kabupaten TTU, NTT, kata Judha.
Tim Timor-Leste terdiri dari 2 pejabat dinas pertanahan dan 5 pengawal bersenjata lengkap dari polisi perbatasan (UPF).
"Pada prinsipnya kegiatan survey tersebut berada dalam payung kegiatan survey gabungan antara Timor-Leste dan Indonesia (Joint Field Survey). Namun, pada tanggal tersebut tim survei Timor-Leste bergerak lebih awal tanpa tim survei Indonesia," katanya.
Berdasarkan informasi dari para pihak terkait dan kunjungan langsung ke lapangan oleh tim KBRI Dili, ditemukan fakta bahwa insiden ini terjadi karena adanya miskomunikasi dan kesalahpahaman antara Tim Pembangunan patok Timor Leste dengan masyarakat Indonesia di wilayah Inbate, TTU, kata Judha.
"Tim Survey Tiles (Timor Leste) tiba di lokasi tanpa didampingi tim dari Indonesia, sedangkan masyarakat setempat masih menolak pembangunan patok batas tersebut sehingga terjadi ketegangan yang memicu terjadinya insiden tersebut," katanya.
Untuk itu, menyusul peristiwa tersebut, KBRI Dili telah melakukan tindak lanjut dengan menyampaikan permasalahan itu kepada otoritas berwenang di Timor Leste untuk melakukan penyelidikan atas insiden tersebut dan bersama-sama melakukan evaluasi agar tidak terjadi kejadian serupa di masa depan.
KBRI juga menghimbau masyarakat agar tetap tenang, menjaga kondusifitas, dan sementara tidak melakukan aktivitas di patok provinsi 36.
Selain itu, KBRI Dili juga menyampaikan nota diplomatik ke pemerintah Timor-Leste di mana telah disetujui agar proses survey di 12 lokasi rawan dapat ditunda terlebih dahulu guna mencegah eskalasi ketegangan di perbatasan Indonesia dan Oecusse.
Duta Besar RI untuk Dili juga telah menyampaikan concern kepada Wakil Perdana Menteri Timor-Leste Mariano Assanami Sabino.
Keduanya sepakat untuk menunda kegiatan survei bersama, dan meminta masing-masing warga untuk saling menahan diri, dan mendorong pengelolaan media kedua negara dengan baik terhadap kejadian itu agar tidak dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak berkepentingan.
Perwakilan KBRI Dili di Oecusse sudah meninjau lokasi kejadian dan bertemu serta berkoordinasi langsung dengan seluruh pihak terkait.
Melalui Atase Kepolisian dan Atase Pertahanan, KBRI Dili juga terus berkoordinasi erat dengan Satuan Tugas Pengamanan Perbatasan dan Polda NTT dalam rangka penyelidikan.
Baca juga: Kasus di perbatasan Timor Leste, Kemhan koordinasi dengan Kemlu-TNI
Baca juga: Pemkab TTU nilai Timor Leste tidak patuhi kesepakatan di Perbatasan
Pewarta: Katriana
Editor: Primayanti
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.